BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem peradilan internasional adalah salah satu proses yang menjelaskan tentang hubungan peradilan yang bekerja sama secara luas dengan bangsa lain. Karena sisrtem peradilan internasional bersikap luas, maka masyarakat pun juga mengambil andil di dalam pelaksanaannya.
Tujuan utama, yakni mengetahui peradilan internasional secara luas. Selain itu Negara Indonesia juga bisa mengambil contoh peradilan di Negara-negara lain. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, hukum di negara Indonesia menjadi lemah atau tidak menjunjung tinggi keadilan di dalam hukum.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah memperoleh gambaran tentang sistem peradilan internasional dan menjelaskan tentang proses hukum yang adil (layak).
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Sistem Peradilan Internasional?
2. Terdiri dari apa saja komponen-komponen lembaga Peradilan Internasional?
3. Bagaimana hukum pidana secara layak dan adil itu terlaksana?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Peradilan Internasional
Kata sistem dalam kaitannya dengan peradilan internasional adalah unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga peradilan internasional yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional. Komponen-kompenen tersebut terdiri dari mahkamah internasional, mahkamah pidana internasional dan panel khusus dan spesial pidana internasional
Setiap sistem hukum menunjukkan empat unsur dasar, yaitu: pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga penegakan hukum. Dalam hal ini pendekatan pengembangan terhadap sistem hukum menekankan pada beberapa hal, yaitu: bertambah meningkatnya diferensiasi internal dari keempat unsur dasar system hukum tersebut, menyangkut perangkat peraturan, penerapan peraturan, pengadilan dan penegakan hukum serta pengaruh diferensiasi lembaga dalam masyarakat terhadap unsur-unsur dasar tersebut.
Dengan demikian tinjauan perkembangan hukum difokuskan pada hubungan timbal balik antara diferensiasi hukum dengan diferensiasi sosial yang dimungkinkan untuk menggarap kembali peraturan-peraturan, kemampuan membentuk hukum, keadilan dan institusi penegak hukum. Diferensiasi itu sendiri merupakan ciri yang melekat pada masyarakat yang tengah mengalami perkembangan. Melalui diferensiasi ini suatu masyarakat terurai ke dalam bidang spesialisasi yang masing-masing sedikit banyak mendapatkan kedudukan yang otonom. Perkembangan demikian ini menyebabkan susunan masyarakat menjadi semakin komplek. Dengan diferensiasi dimungkinkan untuk menimbulkan daya adaptasi masyarakat yang lebih besar terhadap lingkungannya.
Sebagai salah satu sub-sistem dalam masyarakat, hukum tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi masyarakat. Hukum disamping mempunyai kepentingan sendiri untuk mewujudkan nilai-nilai tertentu di dalam masyarakat terikat pada bahan-bahan yang disediakan oleh masyarakatnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di sekelilingnya.
Menurut Wolfgang Friedmann perubahan hukum dalam masyarakat yang sedang berubah meliputi perubahan hukum tidak tertulis (common law), perubahan di dalam menafsirkan hukum perundang-undangan, perubahan konsepsi mengenai hak milik umpamanya dalam masyarakat industri moderen, perubahan pembatasan hak milik yang bersifat publik, perubahan fungsi dari perjanjian kontrak, peralihan tanggung jawab dari tuntutan ganti rugi ke ansuransi, perubahan dalam jangkauan ruang lingkup hukum internasional dan perubahan-perubahan lain.
2.2 Mahkamah Internasional
MI adalah organ utama lembaga kehakiman PBB, yang kedudukan di Den Haag, Belanda. Mahakamah ini mulai berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti MIP. Fungsi utama MI adalah untuk menjelaskan kasus-kasus persengkataan intersional yang subjeknya adalah negara. Statuta adalah hukum-hukum yang terkandung.
Pasal 9 Statuta MI menjelaskan, komposisi MI terdiri dari 15 hakim. Ke-15 calon hakim tersebut direkrut dari warga negara anggota yang dinilai cakap dibidang hukum internasional, untuk memilih anggota mahkamah dilakukan pemungutan suara secara independen oleh majelis MU dan Dewan Keamanan (DK). Biasanya 5 hakim MI berasal dari anggota tetap DK PBB, tugasnya untuk memeriksa dan memutuskan perkara yang disidangkan baik yang bersifat sengketa maupun yang bersikap nasihat.
Yurisdiksi adalah kewenangan yang dimiliki oleh MI yang bersumber pada hukum internasional untuk menentukan dan menegakan sebuah aturan hukum, meliputi: memutuskan perkara-perkara pertikaian dan memberikan opini-opini yang bersifat nasihat. Beberapa kemungkinan cara penerimaan tersebut:
perjanjian khusus
Penundukkan diri dalam perjanjian Internasional.
Pernyataan penundukan diri negara peserta statuta MI
Keputusan MI mengenai Yurisdiksinya
Penafsiran putusan
Perbaikan putusan
2.3 Mahkamah Pidana Internasional
MPI adalah Mahkamah Pidana Internasional yang berdiri permanen berdasarkan traktat multilateral, yang mewujudkan supremasi hukum internasional yang memastikan bahwa pelaku kejahatan berat internasional di pidana.
Jenis kejahatan berat pada pasal 5-8 statuta yaitu sebagai berikut:
Kejahatan genosida
Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan perang
Kejahatan agresi
2.4 Panel khusus dan spesial pidana internasional
Panel khusus pidana internasional (PKPI) dan Panel spesial pidana internasional (PSPI) adalah lembaga peradilan internasional yangberwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen. Artinya selesai mengadili, peradilan ini dibubarkan.
Perbedaan antara PKPI dan PSPI terletak pada komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya. Pada PSPI komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya merupakan gabungan antara peradilan nasional dan internasional. Sedangkan pada PKPI komposisi sepenuhnya ditentukan berdasarkan ketentuan peradilan internasional.
2.5 Proses Hukum yang Adil atau Layak
Di dalam pelaksanaan peradilan pidana, ada satu istilah hukum yang dapat merangkum cita-cita peradilan pidana, yaitu “due process of law” yang dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan menjadi proses hukum yang adil atau layak.
Secara keliru arti dari proses hukum yang adil dan layak ini seringkali hanya dikaitkan dengan penerapan aturan-aturan hukum acara pidana suatu Negara pada seorang tersangka atau terdakwa. Padahal arti dari due process of law ini lebih luas dari sekedar penerapan hukum atau perundang-undangan secara formil.
Pemahaman tentang proses hukum yang adil dan layak mengandung pula sikap batin penghormatan terhadap hak-hak yang dipunyai warga masyarakat meskipun ia menjadi pelaku kejahatan. Namun kedudukannya sebagai manusia memungkinkan dia untuk mendapatkan hak-haknya tanpa diskriminasi. Paling tidak hak-hak untuk didengar pandangannya tentang peristiwa yang terjadi, hak didampingi penasehat hukum dalam setiap tahap pemeriksaan, hak memajukan pembelaan dan hak untuk disidang dimuka pengadilan yang bebas dan dengan hakim yang tidak memihak.
Konsekuensi logis dari dianutnya proses hukum yang adil dan layak tersebut ialah sistem peradilan pidana selain harus melaksanakan penerapan hukum acara pidana sesuai dengan asas-asasnya, juga harus didukung oleh sikap batin penegak hukum yang menghormati hak-hak warga masyarakat.
Dengan keberadaan UU No.8 Tahun 1981, kehidupan hukum Indonesia telah meniti suatu era baru, yaitu kebangkitan hukum nasional yang mengutamakan perlindungan hak asasi manusia dalam sebuah mekanisme sistem peradilan pidana.
Perlindungan hak-hak tersebut, diharapkan sejak awal sudah dapat diberikan dan ditegakkan. Selain itu diharapkan pula penegakan hukum berdasarkan undang-undang tersebut memberikan kekuasaan kehakiman yang bebas dan bertanggung jawab.
Namun semua itu hanya terwujud apabila orientasi penegakan hukum dilandaskan pada pendekatan sistem, yaitu mempergunakan segenap unsur yang terlibat didalamnya sebagai suatu kesatuan dan saling interrelasi dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar